Pada permulaan PT Surabaya Delta
Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak pengelola merasa
kesulitan untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk memasarkannya adalah
secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek pertokoan di pusat
kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang yang menerima ajakan
PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan ruangan seluas
888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama
Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin menempati ruangan itu,
pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan
Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga
sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa
menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP,
tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran
disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan
pembayaran. Kesepakatan antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan
dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara keduanya
agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah
dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga
tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan
menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah
membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda
pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali
di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.
Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum
pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991, Tarmin
seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP.
Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang
ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak
membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan
itu.
Pihak pengelola SDP menutup COMBI
Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di
Pengadilan Negeri Surabaya.
Analisis :
Pt.SDP dan pedagang yang bernama
tarmin kusno merupakan pihak yang terlibat dalam hukum perikatan prestasi ,pt
SDP adalah pihak debitur dimana pihak pihak yang wajib
melakukan suatu prestasi atau Pihak yang memiliki utang (kewajiban) dan
pedagang yang bernama tarmin kusno adalah kreditur dimana Pihak yang berhak
menuntut pemenuhan suatu prestasi atau pihak yang memiliki piutang,PT.
SDP dan pedagang yang bernama tarmin kusno melakukan perjanjian Perjanjian Sewa
Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai penggunaan
ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang bersangkut paut
dengan sewa menyewa ruangan tersebut. dimana ruangan tersebut seluas 888,71 M2 yang
digunakan untuk menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture.pada
perjanjian dua belah pihak tersebut Tarmin bersedia membayar semua kewajibannya
pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling
lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 20/00 (dua permil) perhari
untuk kelambatan pembayaran setelah semua berjalan perjanjian tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh tarmin kusno dan Kewajibannya pun tidak pernah dipenuhi,
Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi
tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya sehingga pihak pt.sdp
melakukan proses hukum di pengadilan negeri Surabaya yang akhirnya Pihak
pengelola SDP menutup COMBI Furniture secara paksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar